Seperti halnya cerpen yang memiliki syarat seperti adanya karakter, konflik, plot dan ending, demikian pula sebuah cerita di novel. Bedanya di novel konfliknya lebih dari satu. Biasanya ada konflik utama, lalu konflik turunan atau konflik kecil. Karakternya pun bisa beragam atau lebih banyak dari sebuah cerpen.
Sehingga, sering kali, jika seorang penulis yang terbiasa menulis cerita pendek, akan sedikit terengah-engah (nafas menulisnya pendek) dalam menuntaskan kisah sebanyak 40 -100 halaman (sebagai syarat jumlah halaman novel anak umumnya di Indonesia).
Berikut ini, (berdasarkan pengalaman saya menuliskan 6 novel anak) ada 2 cara (dari sekian banyak cara yang mungkin dimiliki penulis novel anak lainnya), yang cukup efektif membantu saya memulai menulis novel, hingga bisa sampai akhir (istilahnya “bernafas panjang”).
Cara pertama,
Membangun karakter terlebih dahulu sebelum menentukan alur/plot atau deskripsi cerita. Sebagai contoh, untuk novel Odie dan The Cousins, saya membuat daftar karakter, dan dimulai dengan mencari foto di internet, kemudian mendeskripsikannya. Mulai dari nama lengkap, nama panggilan, hobby, sifat baik, sifat buruk, kelebihan, kekuatan, kelemahan, pendidikan, pokoknya buat sebanyak mungkin informasi satu karakter berdasarkan foto tersebut termasuk ciri-ciri fisik dan non fisik.
Umumnya, untuk novel anak, tokoh antagonis yang menonjol satu orang, sementara protagonis bisa lebih dari satu, dan ada juga karakter penunjang. Saya sarankan, buat semua karakter itu sedetail mungkin.
Misalnya tokoh Vito dalam novel The Cousin, saya gambarkan sebagai berikut :
* Vito McDamon
Vito [bahasa latin] : pemberi kehidupan, McDamon : sekedar menambah unsur kebule-bulean]
Usia : 11 tahun
Ibu : Mama Rosy [Peneliti/arkeologi]
Ayah : Papa Willian McDamon [dipanggil Bill atau Uncle Bill] [arkeolog/ahli IT]
Nama Panggilan : Vito
Anak Tunggal
Karakter Fisik :
– Tinggi badan 152 cm. Tubuhnya tidak terlalu tinggi
– Bule banget. Karena peranakan Australia dan Indonesia
– Mata tajam dan berwarna kebiru-biruan.
– Hidung mancung
– Kulit kuning bule
– Rambut pirang kecoklatan
– Kesan cuek dengan rambut awut-awutan, sisir pake tangan.
Temperamen : Pendiam, cuek, terkesan tak perduli sekitar.
Hobby : Gadget freak. Suka mempelajari alat-alat elektronika dan tehnologi. Suka Menyisir rambut dengan tangan sendiri.
Kebiasaan buruk/baik : bersikap nyaris seperti anti sosial. Suka menyendiri. Tak begitu suka keramaian, cenderung tak suka musik ataupun group band.
Keunikan : Tak satu pun alat tehnologi atau gadget yang tak bisa diutak-atiknya. Otaknya cerdas banget. Cenderung tidak seperti manusia umumnya. Memiliki kemampuan fotografik memory.
Kesukaan/ketidaksukaan : suka mengutak atik komputer dan program komputer. Tidak begitu suka sekolah umum karena terbiasa homeschooling.
Selalu menyisir rambut dengan tangannya, jika merasa khawatir atau tak nyaman.
ditakuti/phobia : Air dalam jumlah sangat banyak, seperti kolam renang atau laut/danau. Karena pernah nyaris tenggelam ketika ikut orang tuanya bertualang.
Rencana Jangka pendek : dapat menemukan ayahnya yang hilang.
Rencana jangka Panjang : mandiri dan tidak sering bergantung pada pertolongan orang lain lagi.
Gunakan sebuah foto untuk mendukung penggambaran karakter ini.
Lalu bangun karakter-karakter lain dengan cara yang sama. Jika sudah detail. Baru mulai dengan menceritakan masing-masing karakter. Kelebihan cara ini, penulis mengikuti maunya si karakter, hingga biasanya cukup memiliki tema utama, lalu cerita mengalir mengikuti karakter-karakter yang muncul. Contoh novel Indonesia yang mengandalkan karakter dalam novelnya adalah novel Pangeran Bumi dan Ksatria Bulan karya Ary Nilandari.
Saya pribadi menuliskan novel Odie dan The Cousins dengan membuat karakter, baru kemudian tema besar dan outline sederhana. Faktanya ketika menulis, sering kali saya keluar dari outline karena mengikuti maunya karakter utama. Asyiknya cara ini, jarang bisa mati ide atau writer’s block, karena kita bisa bermain-main dengan karakter yang sudah detail.
Kekurangan cara ini, mungkin jika mau ikutan dalam lomba menulis yang sudah ada tema. Mungkin akan lebih sulit, karena belum tentu karakter yang kita bangun, mau mengikuti tema yang sudah ditentukan sebuah lomba.
Cara Kedua,
Membuat Konflik utama atau tema utama dari novel. Sebagian penulis malah langsung membuat adegan yang menarik untuk halaman pertama. Sehingga seringkali muncul banyak tokoh baru ketika menuntaskan novelnya. Kelebihan cara ini adalah, bisa menyesuaikan diri dengan tema yang mungkin direkues atau diminta oleh penerbit atau panitia lomba. Kekurangannya, agak sedikit lambat, karena sering muncul tokoh baru, atau penulis terpaksa membatasi diri dengan tema yang digusung.
Cara ini saya gunakan ketika mendapat orderan tema menulis dari penerbit. Jadi untuk novel Gomawoyo,Chef! dan novel Sirennetta, saya menggunakan cara ini. Tema utama sudah ada, lalu saya pretelin, atau saya uraikan dengan membuat konflik-konflik kecil.
Dalam novel Gomawoyo, Chef! penerbit meminta tema utama adalah terkait tema masak memasak. Lalu kubuat system mind map, dengan kata masakan sebagai tema utama. Lalu saya mulai dengan membuat “kaki gurita” mulai dari point 1 hingga 10 (tergantung jumlah halaman, dan biasanya saya pastikan 1 halaman hanya berkisar dari 4-5 halaman saja). Jadi dari masakan itu muncul point pertama seperti latar belakang muncul tokoh, tokoh pergi ke desa, tokoh berjumpa makanan khas korea, tokoh mencari tahu siapa pembuatnya, dan seterusnya.
Setelah mendapatkan point tersebut, baru saya masuk ke bagian karakter. Tak jarang ada penulis yang langsung mendeskripsikan adegan per adegan berdasarkan point yang sudah dibuat. Karakter dibentuk pada saat penulisan.
Kekurangan cara ini, umumnya sering kali (tidak berarti tidak ada) tokoh atau karakter utamanya tidak kuat, bahkan plin-plan. Misalnya di awal kisah pemberani, di satu konflik tertentu jadi penakut. Atau bahasa yang digunakan terkesan pintar, padahal tokohnya di awal dijelaskan tidak tamat sekolah. Hal ini akan kelihatan ketika novel mengalami fase edit. Banyak logika cerita yang bolong-bolong.
Untuk novel Gomawoyo Chef! meskipun saya menggunakan system tematik, tetap saya gabungkan dengan pola atau cara pertama, yakni membangun karakter. Karena itu, karakter tokoh dalam novel terjaga konsistensinya dan terhindar dari logika cerita yang mengada-ada.
Demikian dua cara yang biasa saya gunakan ketika membuat awal novel.
Berdasarkan cara yang ada, maka kita dapat membuat beberapa langkah untuk menulis, yakni :
- Buatlah terlebih dahulu karakter (penjelasannya ada di tulisan lain, berjudul Tips Membuat Karakter Pada Novel Anak).
- Membuat Tema utama, misalnya Anak Band dan Alien (contoh Novel The Cousins)
- Lalu dipretelin atau dipecah menjadi beberapa bab. Seperti Bab 1 judulnya Alex dan Radio. Bab 2 berjudul Kedatangan Vito, dan seterusnya.
- Setiap judul bab tersebut buat deskripsi bab sebanyak 3-4 kalimat.
Nah, dengan bermodalkan 1 tema besar, 10 bab sub judul dengan deskrispi, karakter yang sudah dibuat (jumlah karakter boleh bebas, umumnya 1-2 tokoh utama protogonis, 1-2 tokoh utama antagonis dan 1-2 orang tokoh pendukung – tergantung jumlah halaman), maka, kita sudah bisa mulai menulis novel anak 40 -100 halaman.
Dan Ingat… jika karakter yang jadi pegangan kita, jangan takut untuk menggganti outline yang sudah kita buat.
Sebaliknya, jika outline yang jadi pegangan kita, hati-hati ketika memasukkan karakter, pastikan tidak bolong logikanya.
Selamat mencoba! 🙂