Pentingkah Komunitas dan Personal Branding bagi Penulis/Blogger?


Bergaya di antara karyaku

Mencoba bergaya di antara karyaku. Bagian dari pencitraan diri atau sekedar narsis belaka? ^_^V

Selain niat silaturahim bersama para penulis dan pengamat bacaan anak, tujuan lain aku hadir di pesta awug Komunitas PBA pada hari Sabtu, 25 Mei 2013 beberapa waktu lalu, adalah mengikuti talkshownya. Tema yang digusung menarik. Belum lagi narasumber yang berbicara nanti adalah orang-orang yang mumpuni di bidang masing-masing.

Seperti yang sudah aku tulis di postingan My First Awug Party, bahwa yang bicara di panggung, adalah Teh Ary, Bang Aswi, Kak Injul dan Iin Indari.

Berikut, reportase amatiran yang kubuat.

Pembicara pertama adalah Teh Ary Nilandari (Penulis Buku Anak) .

DSC04774

Teh ary dan tawa khasnya

Dengan celana berwarna coklat, dan baju bermotif senada plus jilbab cantik, teh Ary yang kerap dipanggil Bunda Peri, oleh Pabers (sebutan bagi anggota komunitas PBA), karena kebaikan hatinya membagi ilmu dan pengalamannya di group, membuka talkshow tersebut dengan membagi dua jenis penulis.

“Jika, kita bicara tentang penulis, maka ada yang Just Author, dan satu lagi Published Author.” Suara lembut teh Ary agak sedikit dikalahkan oleh riwehnya kondisi sekitar. Catatan buat kegiatan talkshow komunitas PBA berikutnya, mungkin jika mau bikin talkshow, mending cari kawasan yang lebih tenang, tidak di mal… Hihihi.

Selanjutnya, Teh Ary menjelaskan, bahwa menjadi Published Author itu selalu (berada) dalam fase proses. Karena menerbitkan 1 buku saja is not enough. Harus terus-menerus, karena menulis dan menerbitkan buku itu tak ada batas lulusnya.

Bagi Teh Ary, membaca itu seperti menarik nafas dan menulis adalah fase menghembuskan nafas. Semua dilakukan terus menerus dan berulang. Kita (sebagai penulis buku) tidak boleh cepat puas. Itu salah satu alasan kita harus terus menulis.

Paparan beliau berikutnya adalah, ketika ditanya oleh moderator (Kang Ali dan Bhai Benny) mengenai beda Penulis dengan Pengetik. Menurut Teh Ary, entah, apakah istilah ini cukup relevan atau tidak, namun yang pasti, Pengetik hanya mengetik saja, tanpa aware dengan isi tulisan. Sementara penulis lebih peduli dengan tulisan yang dibuatnya. Artinya, seorang penulis akan aware atas apa yang ditulisnya.

Terkait dengan kompetisi menulis yang makin kuat, Teh Ary memberikan beberapa tips untuk pabers dalam meningkatkan kualitas tulisan, antara lain :

1.    Passion.

Apakah si penulis memiliki passion atau tidak terhadap dunia menulis. Menulis itu dilakukan untuk apa? Panggilan hatikah?

(Hemmm… Kalau aku ditanya soal ini, aku sudah dapat jawabannya. Karena aku merasa menulis sudah menjadi panggilan hati. Apalagi genre anak-anak. Rasanya menyenangkan sekali menulis di genre ini. Mungkin itulah sebab, aku sangat enjoy menulis cerita anak, termasuk novel anak.)

2.    Mencari celah di pasaran.

Tema apa yang tak ada di pasaran, atau sebaliknya memperhatikan yang lagi trend.

(Maksudnya pasti nongkrongin toko buku, dan rak-rak di toko buku, buat tahu tulisan yang lagi trend, apa yang gak ada di rak-rak itu. Termasuk mantengin buku-buku di online store milik penerbit, dan juga obrolan-obrolan antar penulis di komunitas atau bahkan emak-emak di sekolahan anak, kali ye?)

3. Tidak cepat puas atas hasil saat itu saja.

Harus ada yang dilabelkan pada diri si penulis. (nanti akan terkait dengan personal branding. Misalnya Teh Ary, sudah dikenal sebagai penulis buku anak). Upayakan untuk tidak sampai menekuni semua genre, karena bisa mentah semuanya. Jadi saran : pilih satu genre dan fokus di situ!

(Sip! Untuk yang satu ini, aku setuju. Aku terbiasa melatih diri untuk fokus pada satu bidang. Karena kalau terlalu banyak yang ingin dikuasai, jika tak mampu, akunya yang tepar, alias gak akan menghasilkan apa pun.)

Teh Ary juga menjawab pertanyaan terkait dengan kecenderungan penulis anti kritik (karena umumnya penulis memiliki ego yang lebih gede). Ada tips menghadapi kritik (terkait lomba resensi yang diadakan oleh Komunitas PBA) :

–           Jika membaca kritik yang pedas, setelahnya minum air dulu. Artinya jangan terbakar (emosi) dulu.

–           Kritik itu tentu disampaikan setelah membaca buku. Itu artinya, buku kita dibaca seseorang. Dari pada bukunya diobral tapi tidak dibaca, tentu lebih baik diresensi/dikritik, karena itu berarti buku tersebut dibaca dan diteliti.

–           Resensi bertabur pujian juga bukan berarti segalanya. Karena buku itu kembali kepada selera.

–           Selama masih mau memperbaiki diri, itu bertanda baik untuk meningkatkan kualitas diri dan tulisan.

Pembicara berikutnya, adalah Bang Aswi (Blogger dari Warung Blogger).

Bang Aswi dengan awug di tangan.

Aku sering mendengar dan membaca id Bang Aswi ini di seputaran dunia blog. Namun baru satu kali ini berjumpa ayah dua anak dengan tubuh yang terlihat sehat (ups…!).

Bang Aswi memulai pembicaraannya dengan menjelaskan bahwa latar belakang dirinya adalah juga seorang penulis. Tergabung di FLP yang fokus di fiksi/cerpen. Kemudian, setelah menjadi pegawai kantoran, kondisi ini mengubah rutinitas diri. Hingga sulit baginya untuk fokus menulis buku.

Akhirnya, untuk menghindari agar tak berhenti menulis, Bang Aswi mencari cara lain. Maka berkenalanlah ia dengan media internet (website/blog) pada  tahun 2007. (Sebelumnya juga di Multiply pada tahun 2005). Selanjutnya, aktivitas ngeblog semakin lama makin intens, dan terlibat dalam komunitas. Hal ini sangat mendorong dirinya untuk aktif ngeblog.

Saat ini, Bang Aswi justru lebih dikenal sebagai blogger, yang juga terlibat di beberapa komunitas, sebagai anggota FLP, PBA dan juga dengan IIDN serta Blogger se ASEAN.

Bagi Bang Aswi, Ngeblog bukan hanya mengeluarkan uneg-uneg, tapi konsep blogging dibuat tidak sekedar bagi kita pribadi dan keluarga, tapi juga untuk orang banyak. Jika sudah fokus, materi akan datang dengan sendirinya.

Menurut Bang Aswi, sebagai penulis, tidak enaknya harus menulis berlembar-lembar dan lama, baru menghasilkan uang. Sementara sebagai blogger cukup 2 halaman saja, nilai uang yang didapat sudah sama dengan penulis. Namun, nggak enaknya, dunia blogger hanya dikenal di dunia maya (oleh mereka yang aktif di internet). Kalau Penulis, dapat dikenal di dunia mana saja.

Menanggapi asumsi menyatakan bahwa Blogger itu sama dengan Publisher Online atau Wartawan, maka penjelasan beliau, faktanya adalah tidak sama. (Sayang di bagian pembedaan ini, entah aku yang nggak mudeng karena sedikit terganggu dengan kondisi sekitar talkshow, atau emang Bang Aswi nggak jelasin, jadi aku tak punya catatan khusus mengenai ini).

Dijelaskan juga, bahwa Nilai plus jadi blogger itu banyak. Sehingga dirasakan perlu bagi seorang penulis untuk memiliki blog. Karena blog bisa menjadi marketing bagi diri penulis. Seorang penulis tidak boleh acuh dengan dunia online.

Ngeblog adalah perpanjangan marketing bagi seorang penulis. Jadi harus rajin membuat tulisan yang diposting di blog. Karena blog sifatnya Universal. Halamannya tetap dan mudah untuk dilacak. Berbeda dengan thread di media social seperti facebook ataupun twitter yang cenderung cepat berubah.

Pembicara ke tiga adalah Kak Indah Juli (Blogger dari Komunitas Emak Blogger).

DSC04724

Kak Injul, kombinasi yang menarik, jika melirik tangannya, ada awug dan gadget 🙂

(Info gak gitu penting, kalau aku juga anggota komunitas Emak-emak Blogger. Komunitas ini terbilang baru juga, tapi gebrakannya sudah kemana-mana. Kepengen juga bisa aktif di komunitas ini. Sayangnya waktu sebagai ibu dua balita dan deadline menulis, belum mengijinkan aku untuk lebih aktif di komunitas ini. Someday… someday… I wil active in this community. Karena komunitas ini positif sekali.)

Kak Injul, demikian aku dan banyak teman memanggil beliau, awalnya adalah juga seorang penulis. Kemudian asyik ngeblog dan akhirnya aktif di komunitas. (Kak Injul merupakan salah satu Admin 13 PBA yang mengundurkan diri, karena fokus pada komunitas Emak Blogger).

Menurut Kak Injul, komunitas sangat penting bagi blogger dan penulis. Karena saat ini kita hidup di dunia serba digital. (Jadi informasi begitu cepat terlacak, termasuk dengan hanya duduk manis di rumah dan klak-klik sana-sini di sebuah website, kita sudah bisa mendapatkan banyak pengetahuan, termasuk info diri atau barang).

Suatu komunitas akan bisa membangkitkan dan menjadikan seseorang yang tadinya biasa saja menjadi luar biasa, apabila ia aktif di sebuah komunitas. Dan seseorang yang aktif di komunitas dan blognya juga aktif, akan dilirik Brand. Kak Injul juga menceritakan dirinya yang saat ini sudah menjadi PAID REVIEW. Termasuk pengalamannya setahun  dapat kiriman es krim Walls, karena menjadi reviewer bagi rasa es krim tersebut. Sedaaaaaap …hihihi

Munculnya kemungkinan sebuah komunitas yang aktif menjadi sarana “menjual brand” bagi seseorang atau perusahaan, tak lain, karena berawal karena Komunitas bukanlah sebuah badan hukum. Sehingga tidak ada dana khusus di komunitas. Di sinilah sponsor memegang peranan untuk menghasilkan uang (bagi komunitas tersebut. Tentunya dengan menjalin kerja sama yang baik). Maka, peran Brand masuk ke komunitas.

Kak Injul juga mencontohkan, Komunitas PBA telah memiliki lebih dari 3000 anggota yang masuk dengan sukarela. Ini artinya sudah bagus untuk aktif. Dan memungkinkan adanya peran Brand masuk ke dalam komunitas.

Penjelasan Kak Injul selanjutnya adalah, alasan untuk bergabung dalam sebuah komunitas. Menurutnya, gabung dalam sebuah komunitas itu akan memberikan 3P, yakni  :

  1. Pengetahuan : Misalnya bergabung di komunitas PBA, kita jadi tahu informasi dan pengetahuan mengenai dunia menulis cerita anak.
  2. Pertemanan : atau Network. Ini penting bagi promosi produk yang dihasilkan seorang, dalam hal ini buku bagi penulis.
  3. Pengalaman : Misalnya tergabung di komunitas PBA, maka dapat ikut dalam tawaran menulis cernak. Belajar melibatkan diri pada event yang dilakukan PBA ataupun komunitas yang diikuti.

Pembicara terakhir adalah Indari Mastusi dari IIDN.

DSC04733

Indari, sosok perempuan muda yang aktif, kreative dan memiliki banyak ide di kepalanya.

Tema utama yang harus digusung Indari dalam talkshow ini adalah tentang Personal Branding. Namun, Iin menjelaskan dulu beberapa latar belakang atau proses dirinya hingga terbentuknya personal branding bagi dirinya. Berikut beberapa catatan yang berhasil kutulis. (Kondisi mal BIP makin siang makin ramai, membuat aku mulai kesulitan untuk konsentrasi dengan apa yang dipaparkan oleh Iin).

  1. Indari mulai menulis tahun 1996, namun fokus menulis buku mulai tahun 2004. Tanpa disadari, sejak SMA, dia telah membranding diri menjadi penulis. Penulis merupakan salah satu profesi eksklusif, karena menulis itu enak. Kita bisa bicara banyak kepada orang melalui buku.
  2. Belajar dari kritikan itu sangat menguntungkan. Contoh 1 naskah ditolak penerbit karena beda visi dan misi, itu artinya, sebagai penulis, kita harus mencari penerbit yang satu visi dan misi dengan buku kita. Naskah yang ditolak akhirnya, menemukan penerbit yang tepat/sevisi dan semisi.
  3. Indari juga belajar dari pengalaman untuk tidak mengirimkan naskah di dua tempat.
  4. Tahun 2009, Ia mulai mengenal personal branding. Mengenalkan diri dan karya jauh-jauh sebelum buku terbit, ternyata menjadi bagian dari proses personal branding. Hingga dikritik pun adalah bagian dari assesment form.

Menurut Indari, Personal branding itu mahal. Harus cocok antara yang dijual dengan karakter personalnya. Misalnya Si A adalah Dynamic Coach. Maka harus sesuai/cocok dengan branding yang diusulkan.

Dalam proses personal branding, harus fokus. Melalui proses yang cukup lama. Sebagai penulis, misalnya, harus sudah menentukan genre apa yang dipilih. Minimal 3 tahun pembentukan personal branding sebelum akhirnya diakui masyarakat. Bahkan ada yang sampai 10 tahun, baru bisa mencapai personal branding.

(Sayangnya, hingga akhir penjelasan dari Indari, aku tak mendengar definisi yang pas tentang personal branding dari Indari. Hingga membuat aku harus googling dan mencari tahu tentang pengertian personal branding tersebut di Mr.Google.)

Ternyata aku menemukan banyak info seputar personal branding di beberapa blog. Dan yang  kutangkap diantaranya :

Personal Branding merupakan kunci untuk membangun dan menghasilkan jutaan orang-orang yang profesional. Personal brand digunakan sebagai alat untuk membentuk pandangan orang lain kepada diri anda. Dalam buku The Branding Called You oleh Peter Montoya pada tahun 2009, bila personal branding digunakan dengan benar, dengan kreativitas, perencanaan, dan konsistensi, maka dapat dipastikan anda akan memiliki suatu merek pribadi yang dapat membantu anda melakukan tiga hal:

(1) Membangun nama dan memberikan gambaran kepribadian anda pada orang lain, dimana dari kedua hal tersebut akan memberikan gambaran yang memang dibutuhkan dari anda.

 (2) Memberikan ketertarikan dan penjelasan yang lebih jelas dan bisa menguntungkan klien.

 (3)Membantu Anda mempertahankan klien anda, bahkan ketika bisnis sedang berjalan lambat bagi orang lain.

(sumber dari psikologizone)

Di link ini juga dijelaskan bahwa Personal Brand adalah diri kita. Dijelaskan juga bahwa personal brand is a promise dan personal brand is relationship.

Sementara di blog lain, dipaparkan kalau Personal Branding adalah pencitraan terhadap diri seseorang yang dibangun oleh orang yang bersangkutan dan diapresiasi oleh orang sekitarnya. Mungkin dalam bahasa yang sederhana Personal Branding dapat diartikan sebagai “Nama Baik”. (Mengutip dari tulisan tentang cara membangun personal branding)

Nah, di sini aku mendapat kesan, bahwa personal brand sama dengan Nama Baik bagi seseorang.

Tulisan lain yang menarik seputar personal branding ini juga aku temukan di  dua blog berikut :
http://www.psikologizone.com/apa-itu-personal-brand/06511830

Ada juga wawancara seorang Mas Silih Agung terkait personal branding ini. Lengkapnya silahkan klik yang INI : http://kagamavirtual.com/2011/08/02/personal-branding-bersama-mas-silih-agung-wasesa/

Selebihnya silahkan untuk bertanya pada mr Google atau Opa Wikipedia ya… 🙂

Di akhir acara, setelah ada fase tanya jawab dan lain sebagainya, dibagikan juga Tips dan Trik menjadi Penulis sekaligus Blogger.

  1. Schedule (dari Bang Aswi). Menulis satu tulisan 1 hari di blog
  2. Target, minimal satu minggu berapa tulisan
  3. (Kak Injul) Kalau jadi blogger yang Paid Review ini berarti kasta bloggernya sudah beda. Personal Branding seorang penulis bisa dilihat dari isi blognya, bisa tentang buku atau hal yang ingin ditonjolkannya.
  4. Pake Deadline untuk ngeblog.
  5. Kultwit yang dibuat di Twitter, bisa dirapikan lalu dipindahkan ke blog. Postingan di sebuah group di FB, bisa dipindahkan ke blog. Artinya satu tulisan, bisa dibuat untuk banyak tempat. Nantinya dari postingan blog, bisa dishare ke komunitas atau ditwit kembali ke komunitas.
  6. Sinopsis buku dipindahkan ke blog. Ini bisa untuk promo. Gunakan tag yang cocok, misalnya tag sinopsis, review atau sejenisnya.
  7. Upayakan proses menjadi personal branding ini adalah dengan cara memaksimalkan semua jejaring sosial.
  8. Lakukan 1 passion itu berulang-ulang, misalnya menargetkan membuat 200 buku anak dan lainnya (teh ary)
  9. Terkait Personal branding, tidak melulu  harus narsis atau sebaliknya harus jaim. Ini adalah masalah pencintraan. Personal branding adalah assesment. Jadi hindari anggapan negatif.  Justru harus menguatkan citra dimanapun berada. (Indari)

Berikut tips mengenai cara yang paling soft mempromosikan personal branding, antara lain :

  1. Membuat tips dan trik tentang hal yang kita kuasai, misalnya editing atau cerita anak. Baik di twitter atau blog.
  2. Bersabar, karena personal branding membutuhkan waktu minimal 3 tahun, dengan melakukan publikasi, edukasi dan pendekatan terhadap masyarakat umum.
  3. Memanfaatkan semua jejaring sosial, agar selalu berkesinambungan. Misalnya Facebook dijadikan ajang untuk unjug diri. Atau Kompasiana sebagai sarana menulis yang tak terkait dengan hard selling.

Kesimpulan akhir :

Bergabunglah di sebuah komunitas dan dukung semua kegiatan di dalam komunitas tersebut. Artinya komitment dan terlibat dalam komunitas tersebut.

Jangan takut membuat kesalahan dalam berproses. Baik itu dari orang lain ataupun dari diri sendiri.

Blogger berawal dari menuliskan hal kecil sederhana. Jangan berharap langsung besar. Keuntungan menulis blog adalah, ketika bisa dikumpulkan malah menjadi buku

Sudah mulai berpikir mengenai personal branding. Pilih untuk fokus tentang satu hal pada diri, yang mana yang akan dijadikan BRAND

 

***

Lalu sepulang dari acara tersebut, aku tanya pada diriku sendiri. Efeknya ke aku apa, nih?

Dan aku mencoba menjawabnya sendiri. (Ya Allah.. nanya sendiri, jawab sendiri…hihiih)

Yang pasti,  aku harus berkomitmen, untuk memanage waktu. Tidak saja sebagai istri dari Bang Asis, dan ibu dari Billa – Aam, namun juga sebagai penulis. Berat memang, tapi tetap harus ada waktu yang kutentukan untuk ngeblog. Tak lupa untuk fokus pada blog itu, guna  membangun brand bagi diri. Ini berat, tapi kalau diniatkan pasti bisa!

Aku pribadi, telah memiliki domain name di blogspot. Kugunakan website berbayar www.dianonasis.com. Kubuat di awal tahun 2013 ini.  Berisikan tentang karya-karya bukuku, tulisan tentang keluargaku dan flash fiction serta hal-hal lainnya. Tak terpikir kalau itu bisa digunakan sebagai pendukung niat personal branding. Saat itu hanya terpikir untuk membuat website pake namaku sendiri, karena aku bete kena gusur dari multiply. Hiks.

Setelah mengikuti talkshow ini, aku terpikir untuk lebih fokus lagi pada satu segmen. Karena aku mencintai dunia menulis cerita anak, kupikir tak ada salahnya, jika aku membuat blog satu lagi, di ranah WordPress. Maka jadilah www.dianonasis.wordpress.com yang lebih fokus pada cerita anak. Niatnya demikian.

Mudah-mudahan arah perjalananku sudah benar. Menjadi penulis udah, jadi blogger sedang dirintis, tergabung dalam 1-2 komunitas yang cocok, tengah kujalani. Saat ini aku pun mencoba membangun personal brand bagi diriku. Semoga dimudahkan oleh Allah SWT. Amin.

14 thoughts on “Pentingkah Komunitas dan Personal Branding bagi Penulis/Blogger?

  1. Keren sharingnya. Betul, personal branding tidak harus narsis, tapi berikan apa yg akan selalu diingat oleh audiens (di sisi edukasi).

    Sebagai penulis buku, blogger, manajer keuangan keluarga, dan merangkap manajer kecukupan logistik keluarga, semoga uni Dian makin cerdas dalam membagi waktu.
    *note to my self too*

    • penulis buku, blogger, manajer keuangan keluarga, dan merangkap manajer kecukupan logistik keluarga, semoga uni Dian makin cerdas dalam membagi waktu.

      ini memang berat mas iwan. menambah beban tugas sendiri sebetulnya. 🙂
      Tapi jika diniatkan.. akan bisa. in sha Allah, keluarga harus jadi yang utama. Berdamai dengan kondisi juga harus rutin dilakukan. Mudah2an bisa ya mas… 🙂

  2. Fokus… fokus… fokus… itu yang masih sulit bagiku, Uni, hehehe… Tapi tulisannya inspiratif sekali, terutama karena aku punya ‘dendam’ untuk ‘membersihkan nama’. Semoga belum terlambat untuk memulai :).

Leave a reply to leila Cancel reply